Jurnal
Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 8, No.2, Juli
2013
HUBUNGAN
ANTARA HOSPITALISASI ANAK DENGAN TINGKAT KECEMASAN
ORANG
TUA
Dyna
Apriany
Program
Studi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Jendral
Achmad Yani Cimahi
ABSTRACT
As
a reference hospitals in regency that still has a lot of limitations in both
medical devices and health of counseling has the potential to cause great
concern that society will live treatment in both the short and long term. This
study aimed to determine the relationship of length of stay (hospitalization)
children with levels of parental concern. The method of research used is an observational
analysis. Samples were parents of children who were treated in the Regency hospital
Class B Cianjur 2013. The sampling technique used in this research were
consecutive sampling. The data collection used are primary data that obtained
directly from respondents through a questionnaire. Data analysis with simple
linear regression. Hospitalization of children affects the level of parental
concern by 8.3% and the remaining 91.7% level of parental concern is influenced
by other variables. Results of statistical tests obtained no significant relationship
between the length of stay of children with parental concern levels (p =
0.007). Ners should be able to give support to parents, information support,
emotional support, valuation support, and instrumental support.
Keywords:
Observational Analysis, Length of stay (hospitalization) ,Anxiety Levels
ABSTRAK
RSUD
Kelas B Cianjur merupakan rumah sakit satu-satunya yang dijadikan rumah sakit
rujukan di Kabupaten Cianjur. Penelitian ini untuk mengetahui hubungan lama
rawat (hospitalisasi) anak dengan tingkat kecemasan orang tua. Metode
penelitian yang digunakan adalah observasional dengan sampel orang tua yang
anaknya dirawat di RSUD Kelas B Cianjur. Sebanyak 87 sampel
terpilih
secara consecutive sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Uji
statistiknya adalah regresi linear sederhana. Hubungan antara hospitalisasi
anak dengan tingkat kecemasan orang tua tergolong sedang (r=0287) dan berpola
positif artinya semakin lama rawat anak, maka semakin tinggi tingkat kecemasan orang
tua. Hospitalisasi anak mempengaruhi tingkat kecemasan orang tua sebesar 8.3%
dan sisanya 91.7% tingkat kecemasan orang tua dipengaruhi oleh variabel lain.
Hasil uji statistic didapatkan ada hubungan yang signifikan antara lama rawat
anak dengan tingkat kecemasan orang tua (p=0.007). Perawat dapat memberikan
dukungan kepada orang tua, mengenai informasi, emosional, penilaian, dan
instrumental.
Kata
Kunci : Analisa Observasional, Lama Rawat, Tingkat Kecemasan
PENDAHULUAN
Angka kesakitan anak di Indonesia berdasarkan Survei
Kesehatan Nasional (Susenas) tahun 2010 di daerah perkotaan menurut kelompok
usia 0-4 tahun sebesar 25,8%, usia 5-12 tahun sebanyak 14,91%, usia 13-15 tahun
sekitar 9,1%, usia 16-21 tahun sebesar 8,13%. Angka kesakitan anak usia 0-21 tahun
apabila dihitung dari keseluruhan jumlah penduduk adalah 14,44%. Anak yang
dirawat di rumah sakit akan berpengaruh pada kondisi fisik dan psikologinya,
hal ini disebut dengan hospitalisasi.
Wong (2009), menjelaskan bahwa hospitalisasi adalah
keadaan krisis pada anak saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit, sehingga
harus beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit. Berdasarkan pengamatan
peneliti terhadap anak dan orang tua di RSUD Kelas B Cianjur, lingkungan rumah
sakit yang asing, peralatan medis yang menakutkan dan prosedur medis yang
menyakitkan sering menjadi gambaran hospitalisasi. Peristiwa ini dapat menjadi
hal traumatis bagi anak yang tampak jelas pada reaksi anak.
Hospitalisasi adalah suatu proses oleh karena suatu
alas an yang berencana atau darurat mengharuskan anak untuk tinggal di rumah
sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah.
Wright (2008) dalam penelitiannya tentang efek hospitalisasi pada perilaku anak
menyebutkan bahwa reaksi anak pada hospitalisasi secara garis besar adalah sedih,
takut dan rasa bersalah karena menghadapi sesuatu yang belum pernah dialami
sebelumnya, rasa tidak aman, rasa tidak nyaman, perasaan kehilangan sesuatu
yang biasa dialami dan sesuatu yang dirasakan menyakitkan. Ball dan Blinder (2003)
menjelaskan bahwa reaksi hospitalisasi berbeda pada setiap tahapan tumbuh
kembang anak.
Keluarga sering merasa cemas dengan perkembangan
anaknya, pengobatan, peraturan, dan keadaan di Rumah Sakit, serta biaya
perawatan. Semakin lama perawatan anak, semakin besar biaya yang dikeluarkan
orang tua. sehingga orang tua menjadi stress. Meskipun dampak tersebut tidak berlangsung
pada anak, secara psikologis anak akan merasakan perubahan perilaku dari orang
tua yang mendampinginya selama perawatan. Anak akan semakin stres dan hal ini
berpengaruh terhadap proses penyembuhan yaitu menurunnya respon imun. Hal ini
telah dibuktikan bahwa pasien yang mengalami kegoncangan jiwa akan mudah
terserang penyakit, karena pada kondisi stres terjadi penekanan sistem imun.
Respon kecemasan merupakan perasaan yang paling umum
yang dialami oleh orang tua ketika ada masalah kesehatan pada anaknya. Hal itu
dapat disebabkan oleh beberapa sebab, seperti penyakit kronis, perawatan (caring)
yang kurang menyenangkan, tingkat ekonomi keluarga, yang semua itu dapat berdampak
pada proses penyembuhan. Kecemasan ini dapat meningkat apabila orang tua merasa
kurang informasi terhadap penyakit anaknya dari rumah sakit terkait sehingga
dapat menimbulkan reaksi tidak percaya apabila mengetahui tiba-tiba penyakit
anaknya serius. Reaksireaksi cemas yang timbul akibat hospitalisasi berbeda
pada setiap orang, karena tinggal di rumah sakit bukanlah suatu pengalaman yang
menyenangkan, dimana klien harus mengikuti peraturan serta rutinitas ruangan
(Sukoco, 2002). Beberapa orang tua merasa cemasan terhadap hospitalisasi ini
dapat berkembang menjadi perasaan yang tidak nyaman dan cenderung menakutkan (Ibrahim,
2002).
Trask, et. al .(2003) dalam penelitiannya tentang
koping dan dukungan social keluarga bahwa perawat memiliki peran dan fungsi
yang penting dalam membantu koping orang tua selama hospitalisasi. Sarajarvi et
al (2006) meneliti tentang dukungan emosional dan informasi untuk keluarga saat
anak sakit,terutama pada orang tua yang anaknya lama mendapatkan perawatan. Hasil
dari penelitian tersebut yaitu keluarga sangat menginginkan untuk didengarkan
oleh perawat.Pada penelitian ini, disebutkan bahwa informasi yang kurang adalah
penyebab stress yang paling dirasakan orang tua.
RSUD Cianjur adalah satusatunya Rumah Sakit milik
pemerintah daerah yang ada di Kabupaten Cianjur yang memiliki jumlah kunjungan
pasien klinik penyakit anak terbesar di Kabupaten Cianjur. Tercatat jumlah
kunjungan pasien klinik penyakit anak pada tahun 2012 sebanyak 12.131 orang
pasien anak, dimana 2.781 orang adalah pasien baru, 9.350 orang merupakan
pasien lama. Mayoritas jenis pembayaran menggunakan Asuransi Kesehatan (ASKES),
Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS), Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM),
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK), serta perusahaan (Rekam Medik RSUD
Cianjur, 2013). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 22
Maret 2013 sampai dengan 23 Maret 2013, di Ruang Anak RSUD Cianjur diketahui
bahwa sebanyak253 anak yang dirawat pada bulan Februari 2013 sebagian besar
anak yang dirawat di rumah sakit (hospitalisasi) sering rewel dan menangis,
bahkan meminta pada orang tuanya untuk pulang. Dari data ruangan, ditemukan
kasus pulang paksa sebesar 30 % dari jumlah seluruhnya dikarenakan orang tua
tidak sanggup lagi membayar biaya perawatan anaknya. Kondisi-kondisi semacam
inilah yang merupakan pemicu meningkatnya tingkat kecemasan orang tua.
Hasil wawancara pada tanggal 23 Maret 2013 terhadap
10 orangtua yang anak dirawat di ruang anak RSUD Cianjur diperoleh 8 orang
mengatakan cemas terhadap kondisi anaknya, dan mengatakan ingin cepat pulang.
Dari 10 orang tua yang diwawancarai 4 orang tua mengatakan anaknya telah
dirawat selama dua minggu, 2 orang tua mengatakan anaknya telah dirawat selama
seminggu, 2 orang tua mengatakan anaknya telah dirawat selama tiga hari, 1
orang tua mengatakan anaknya telah dirawat satu hari dan 1orang tua mengatakan anaknya
baru masuk. Dari lamanya perawatan 10% orang tua cemas ringan, 20% orangtua
cemas sedang dan 70% cemas berat. Orang tua juga mengatakan menjadi gelisah,
perasaan tidak tenang, kurang istirahat, cepat lelah, serta takut akan tindakan
yang dilakukan terhadap anak. Selain itu didapat bahwa kurangnya aplikasi
tenaga kesehatan khususnya perawat mengenai pemberian informasi dan komunikasi
terapeutik yang diberikan perawat kepada orang tua yang anaknya dirawat di
ruangan anak menyebabkan orang tua menjadi cemas dan gelisah.
METODE
PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif
dengan metode analisa observasional. Pendekatan yang dilakukan adalah cross
sectional karena pengukuran lama rawat (hospitalisasi) anak (independen)
dan tingkat kecemasan orang tua (dependen) dilakukan secara simultan
pada saat bersamaan untuk melihat adanya hubungan atau tidak diantara keduanya.
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah consecutive
sampling yaitu pemilihan sampel dengan menetapkan subjek yang memenuhi
kriteria penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah klien yang diperlukan
terpenuhi. Penelitian ini telah dilaksanakan di Ruangan Anak RSUD Kelas B Cianjur
pada bulan Maret sampai dengan Juni 2013. Data yang terkumpul akan dilakukan
uji statistik Regresi Linier Sederhana untuk mengetahui hubungan antar
faktor.
HASIL DAN
BAHASAN
a. Rerata Lama
Rawat Anak di Ruang Anak Kelas B RSUD Cianjur.
Tabel
1. Lama Rawat Anak di Ruang Anak Kelas B RSUD Cianjur
Variabel
|
Mean
|
SD
|
Minimal
- Maksimal
|
95
% CI
|
Lama
Rawat
|
3.41
|
1.157
|
1-7
|
3.17-3.66
|
Berdasarkan tabel 1 terdapat nilai rata-rata lama
rawat (Hospitalisasi) anak di Ruang Anak Kelas B RSUD Cianjur adalah 3.41,
dengan standar deviasi 1.157. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa
95% diyakini rata-rata skor lama rawat anak berkisar antara 3.17-3.66. Dari
hasil tersebut untuk rata-rata rawat (Hospitalisasi) anak di Ruang Anak RSUD
Kelas B Cianjur adalah 3 hari.
Hal ini berkaitan teori Heryati (1993) tentang lama
hari rawat adalah salah satu unsur atau aspek asuhan dan pelayanan di rumah
sakit yang dapat dinilai atau diukur. Bila seseorang dirawat di rumah sakit,
maka yang diharapkan tentunya ada perubahan akan derajat kesehatannya. Bila
yang diharapkan baik oleh tenaga medis maupun oleh penderita itu sudah tercapai
maka tentunya tidak ada seorang pun yang ingin berlama-lama di rumah sakit.
Lama hari rawat adalah secara signifikan berkurang sejak adanya pengetahuan
tentang hal-hal yang berkaitan dengan diagnosa yang tepat. Untuk menentukan
apakah penurunan lama hari rawat itu meningkatkan efisiensi atau perawatan yang
tidak tepat, dibutuhkan pemeriksaan lebih lanjut berhubungan dengan keparahan
atas penyakit dan hasil dari perawatan (Edward, 1992).
Penelitian yang dilakukan di RSUD Kelas B Cianjur
dengan hasil kueseioner, ditemukan dimana sebagian besar responden orang tua
anak yang dirawatmenjawab anaknya dirawat antara 1-7 hari, mereka beranggapan
bahwa semakin lama anaknya dirawat semakin parah penyakit yang diderita
anaknya, dan di antara responden masih ada yang belum paham tentang penyakit
yang diderita oleh anaknya dan tindakan apa saja yang telah dilakukan kepada
anaknya selama menjalani perawatan. Hasil peneliti menemukan sebagaian besar
responden mengatakan tidak pernah mendapat informasi tentang kesehatan anaknya
selama menjalani perawatan. Hal tersebut di dukung oleh kurangnya fasilitas
informasi di rumah sakit, dimana tidak terdapat bagian khususnya tentang
konseling informasi kesehatan dan tidak ditemukan media promosi kesehatan.
Berdasarkan teori menurut Supartini (2004) tentang
hospitalisasi adalah suatu proses karena alasan berencana atau darurat yang
mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi dan
perawatan. Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit
dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk
beradaptasi dengan lingkungan baru dan asing, yaitu rumah sakit, sehingga
kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak, orang tua, maupun keluarga
(Whaley & Wong, 2002).
Wright (2008) dalam penelitiannya tentang efek
hospitalisasi pada perilaku anak dan orang tua menyebutkan bahwa reaksi anak
pada hospitalisasi secara garis besar adalah sedih, takut dan rasa bersalah
karena menghadapi sesuatu yang belum pernah dialami sebelumnya, rasa tidak
aman, rasa tidak nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang biasa dialami dan
sesuatu yang dirasakan menyakitkan. Ball dan Blinder (2003) menjelaskan bahwa
reaksi hospitalisasi berbeda pada setiap tahapan tumbuh kembang anak. Bahkan
disebutkan dalam penelitian Sarinti (2007), bahwasanya lama rawat inap
merupakan salah satu faktor yang dapat memunculkan kecemasan orang tua terkait
hospitalisasi anak, hal ini berhubungan dengan ketidakmampuan seseorang untuk beradaptasi
terhadap tempat yang baru dan asing.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan
bahwa sebagian responden orang tua yang anaknya menjalani hospitalisasi
memiliki pengetahuan kesehatan yang kurang karena keterbatasan informasi
kesehatan anaknya. Hal tersebut di perkuat dengan tidak adanya penyuluhan
penyuluhan tentang kesehatan, serta jarangnya media promosi kesehatan padaorang
tua yang anaknya menjalani perawatan (hospitalisasi).
b. Skor Rerata
Kecemasan Orang Tua di Ruang Anak Kelas B RSUD Cianjur
Berdasarkan tabel 2 terdapat nilai Mean tingkat
kecemasan orang tua di Ruang Anak RSUD Kelas B Cianjur adalah 54.18, dengan
standar deviasi 17.157. Skor tingkat kecemasan anak terendah adalah 22, dan
tertinggi 80. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata
skor tingkat kecemasan anak berkisar antara 50.53 - 57.84.
Tabel
2. Skor Kecemasan Orang Tua di Ruang Anak Kelas B RSUD Cianjur
Variabel
|
Mean
|
SD
|
Minimal-Maksimal
|
95 % CI
|
Skor
kecemasan
|
54.18
|
17.157
|
22
- 80
|
50.53
– 57.84
|
Hal tersebut terlihat dari hasil penelitian yang
didapat, dimana sebagaian responden masih banyak menjawab sering dan bahkan
hampir setiap waktu, seperti merasa lebih gugup dan cemas dari biasanya.
Sehingga kecemasan orang tua anak yang mengalami hospitalisasi di ruang anak
RSUD Kelas B Cianjur masih di kategorikan tinggi hingga sedang. Hal ini dilihat
dari hasil uji statistik yang menunjukan hasil rata-rata kecemasan orang tua
54.18. Namun dalam penelitian ini peneliti tidak mengkategorikan kecemasan
orang tua kedalam tingkatan kecemasan menurut Zung Anxiety Self- Assessment
Scalehanya merupakan asumsi penelitian.
Cemas merupakan respon individu terhadap suatu
keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh setiap mahluk hidup dalam
kehidupan seharihari. Kecemasan merupakan pengalaman sebjektif dari individu
dan tidak dapat diobservasi secara langsung serta merupakan suatu keadaan emosi
tanpa objek yang spesifik.Kecemasan pada individu dapat memberikan motovasi
untuk mencapai sesuatu dan merupakan sumber penting dalam memberikan
keseimbangan hidup (Suliswati, 2005).
Faktor
kecemasan sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu factor instrinsik,
faktor instrinsikyang mempengaruhi kecemasan adalah usia dan jenis kelamin
orang tua, pengalaman (lama rawat), jenis pekerjaan, dan tingkat pendidikan.
Selain itu faktor ekstrinsik seperti diagnosis penyakit, suku bangsa orang tua,
jenis kelamin dan usia anak, dan status pernikahan orang tua juga dapat
mempengaruhi kecemasan. Untuk mengurangi kecemasan orang tua diperlukan
dukungan informasi perawat tentang informasi kesehatananaknya tersebut(Stuart
& Sundeen, 2006).
Jadi dapat disimpulkan bahwa kecemasan orang tua
anak yang menjalani hospitalisasi di RSUD Kelas B Cianjur didapatkan bahwa
sebagian responden memiliki kecemasansedang (moderate anxiety)dengan
nilai rata-rata 54.18. Dari orang tua anak yang dijadikan responden di RSUD
Kelas B Cianjur rata-rata ditemukannya tanda kecemasan sedang yang ditandai
dengan, perubahan respon fisiologis seperti peningkatan ketegangan dalam batas
toleransi, perhatian terfokus pada penglihatan dan pendengaran, dan kewaspadaan
meningkat, misalkan responden mengatakan kadang-kadang hingga sering kaki dan
tangannya gemetar, mudah merasa lelah dan capek. Respon kognitif seperti lapang
persepsi menyempit, mampu memecahkan masalah, fase yang baik untuk belajar, dapat
fokus pada hal-hal yang spesifik, misalnya responden memilih jawaban dari kuesioner
dengan pernyataan tidak pernah dan kadang-kadang merasa takut tanpa alasan.
Kemudian untuk respon tingkah laku dan emosi seperti perasaan tertantang dan
perlu untuk mengatasi situasi pada dirinya, mampu mempelajari keterampilan
baru, misalnya responden memilih jawaban dari kuesioner dengan pernyataan tidak
pernah dan kadangkadang merasa mudah sedih dan merasa panik.
Kecemasan pada dasarnya merupakan respon perasaan
orang tua yang paling umum yang dialami ketika ada masalah kesehatan pada
anaknya. Hal itu dapat disebabkan oleh beberapa sebab. Kecemasan ini dapat
meningkat apabila orang tua merasa kurang informasi terhadap kesehatan anaknya
dari rumah sakit terkait sehingga dapat menimbulkan reaksi tidak percaya
apabila mengetahui tiba-tiba penyakit anaknya serius dan harus menjalani
perawatan dalam jangka waktu yang lama. Reaksi-reaksi cemas yang timbul akibat
hospitalisasi anak berbeda pada setiap orang tua, karena tinggal di rumah sakit
bukanlah suatu pengalaman yang menyenangkan, dimana anak dan orang tua harus
mengikuti peraturan serta rutinitas ruangan.
c. Hubungan
Hospitalisasi Anak dengan Kecemasan Orang Tua
Berdasarkan tabel 3 didapatkan hubungan lama rawat
anak dengan tingkat kecemasan orang tua menunjukkan hubungan sedang (r=0287)
dan berpola positif artinya semakin lama rawat anak, maka semakin tinggi
tingkat kecemasan orang tua. Nilai koefisien dengan determinasi 0.083 artinya,
lama rawat anak mempengaruhi tingkat kecemasan orang tua sebesar 8.3% dan
sisanya 91.7% tingkat kecemasan orang tua dipengaruhi oleh variabel lain (usia
orang tua, jenis kelamin orang tua, jenis pekerjaan orang tua, tingkat
pendidikan orang tua, diagnosis penyakit anak, suku bangsa, jenis kelamin anak,
status pernikahan orang tua, dan dukungan perawat). Hasil uji statistic
didapatkan ada hubungan yang signifikan antara lama rawat anak dengan kecemasan
orang tua (p=0.007).
Tabel
3 Hubungan Hospitalisasi Anak dengan Kecemasan Orang Tua di Ruang Anak Kelas B
RSUD Cianjur Tahun 2013 (n=87)
Variabel
|
R
|
R2
|
Persamaan
garis
|
P
value
|
Lama rawat hospitalisasi anak
|
0.287
|
0.083
|
Kecemasan = 39.640 + 4.260 *lama rawat
|
0.007
|
Menurut penelitian Sarinti (2007), lama rawat inap
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecemasan orang tua terkait
hospitalisasi anak. Hal ini berhubungan dengan ketidakmampuan seseorang untuk
beradaptasi terhadap tempat yang baru dan asing serta biaya perawatan yang
semakin lama semakin bertambah. Hal ini sesuai dengan teori menurut Supartini
(2004) bahwa dalam menjalankan peran yang dimiliki seringkali orang tua
dihadapkan pada kondisi sulit yang dapat menyebabkan kecemasan. Terlebih lagi
apabila ada anggota keluarga yang sakit, sementara pada saat yang bersamaan
juga dituntut untuk menjalankan peran penting ditempat lain. Konflik sering
muncul, apakah berada di rumah atau menunggui anaknya yang sedang dirawat di rumah
sakit atau hospitalisasi.
Hasil penelitian sebelumnya pada tahun 2003 oleh Sri
Mayang di RSUD Pekanbaru didapatkan hasil orang tua yang anaknya dirawat >
3hari dan mengalami cemas sedang (78.33%) dan orang tua yang anaknya dirawa ≤ 3hari
mengalami cemas ringan (21,67%) (Sri Mayang, 2003). Sedangkan penelitian yang
dlakukan oleh Darmawan (2011) mengenai kecemasan orang tua yang anaknya dirawat
di RSUD Zaenoel Abidin diperoleh hasil sebanyak 37% orang tua mengalami
kecemasan berat, dimana terdapat hubungan antara lama rawat terhadap kecemasan orang
tua (p=0,000).
Kondisi kecemasan dipengaruhi oleh lama rawat,
seseorang yang tidak memiliki informasi yang cukup tentang penyakit yang
diderita akan cenderung lebih cemas dan pada akhirnya ia akan melakukan
tindakan yang membahayakan bagi dirinya sendiri (Indradi, 2007). Menurut Sukoco
(2004) kecemasan ini dapat meningkat apabila orang tua merasa kurang informasi
terhadap penyakit anaknya dari rumah sakit terkait sehingga dapat menimbulkan
reaksi tidak percaya apabila mengetahui tiba-tiba penyakit anaknya serius.
Efek hospitalisasi jangka pendek atau jangka panjang
baik pada anak dan orang tua dapat diminimalkan dengan mengoptimalkan peran
perawat. Potter dan Perry (2005) menjelaskan bahwa salah satu peran perawat
yaitu educator dimana perawat mendemonstrasikan prosedur, memberikan
informasi penting dan mengevaluasi hasil pembelajaran. Perawat sebagai tenaga
kesehatan yang paling sering berinteraksi dengan anak dan keluarga sangat
berperan dalam meminimalisasi cemas sebagai dampak hospitalisasi yang terjadi
pada anak dan orang tua. Mok dan Leung (2006) dalam penelitiannya tentang
perawat sebagai pemberi dukungan pada ibu sebagai orang tua anak yang dirawat
di rumah sakit menjelaskan orang tua merasa tenang ketika tim keperawatan mampu
memberikan dukungan sehingga mereka mampu membentuk koping positif. Pendapat
yang tidak jauh berbeda dijelaskan oleh Trask, et. al .(2003) dalam penelitiannya
tentang koping dan dukungan sosial keluarga bahwa perawat memiliki peran dan
fungsi yang penting dalam membantu koping orang tua selama hospitalisasi.
Ball dan Blinder (2003) menyebutkan bahwa fokus
peran perawat dalam merawat klien dan keluarga adalah memberikan informasi dan
membangun kepercayaan, meningkatkan keterlibatan orang tua, memfasilitasi
kebutuhan fisik dan emosional, memfasilitasi hubungan positif orang tua dan
staf rumah sakit dalam berkomunikasi dan menjaga system dukungan keluarga.
Senada dengan Ball dan Blinder (1999) menggambarkan peran perawat dalam
memberikan dukungan kepada klien dan orang tua terangkum dalam empat dimensi
dukungan perawat, yaitu : dukungan informasi, dukungan emosional, dukungan
penilaian, dan dukungan instrumental. Dukungan informasi adalah pemberian
informasi kepada orang tua dengan bahasa yang mampu dipahami tentang penyakit
anak, pengobatan, perkembangan, perawatan yang diberikan, perilaku anak, respon
emosional anak, dan peran orang tua dalam merawat anak di rumah sakit (Miles, Carlon
& Brunssen 1999).
Berbagai macam perasaan muncul pada orang tua
terhadap hospitalisasi anak yaitu takut, rasa bersalah, stres dan cemas ketika
anaknya menjalani perawatan di rumah sakit. Cemas merupakan suatu reaksi emosional
yang timbul oleh penyebab yang tidak pasti dan tidak spesifik yang dapat
menimbulkan perasaan tidak nyaman dan merasa terancam (Stuart dan Sundden,
2006). Hal ini dapat dilihat dari instrument penelitian bahwa rata-rata orang tua
menjawab pertanyaan negative dengan nilai skor yang tinggi, seperti hampir setiap
waktu merasa takut tampa alasan yang jelas, kadang-kadang sebagian waktu
mengalami mimpi buruk, dan hampir setiap waktu mudah marah mdan panik.
Berdasarkan kajian teoritis yang ada, salah satu
cara mengurangi kecemasan orang tua yang anaknya menjalani hospitaliasasi dengan
memberikan dukungan informasi kesehatan, menjelaskan prosedurprosedur yang
dijalani anaknya, dan membuka konseling bagi orang tua yang ingin mengetahui
tentang kesehatan anaknya. Jika kecemasan orang tua tersebut tidak diatasi akan
menyebabkan kecemasan yang berlanjut bahkan dapat menyebabkan sterss bahkan
depresi pada orang tua.
Menganalisa hubungan lama rawat (hospitalisasi) anak
dengan kecemasan orang tua yang anaknya menjalani hospitalisasi penulis dapat
mengaitkan dengan beberapa faktor. Dimana lama rawat (hospitalisasi) anak yang lama
belum tentu skor kecemasan orang tuatinggi juga. Hal tersebut terjadi karena
lama rawat (hospitalisasi) hanyalah salah satu faktor yang mempengaruhi kecemasan
orang tua, artinya masih ada faktor lain yang mempengaruhi kecemasan orang tua.
Jadi dapat disimpulkan pada penelitian ini dimana
terdapat hubungan yang signifikan antara lama rawat (hospitalisasi) anak dengan
tingkat kecemasan orang tua dengan nilai p value 0,007 ≤ nilai α 0,05. Lama rawat
(hospitalisasi) anak dan tingkat kecemasan orang tua merupakan dua hal yang berkaitan
atau berhubungan, dimana jika semakin lama rawat anak maka semakin tinggi
tingkat kecemasan orang tua. Hospitalisasi akan memberikan dampak pada anak dan
orang tua, dampak bagi anak akan mempengaruhi tumbuh kembangnya, akibat sakit
dan dirawat di rumah sakit, anak juga dapat bereaksi karena kehilangan kendali.
Anak akan kehilangan kebebasan dalam mengembangkan otonominya, sehingga anak
bereaksi negatif terhadap ketergantungan yang dialaminya, terutama anak menjadi
cepat marah dan agresif. Sedangkan reaksi karena luka pada tubuh dan rasa
sakit, anak biasanya mengungkapkan secara verbal apa yang dirasakannya.
Sedangkan pada anak yang sudah mampu mengkomunikasikan rasa nyeri yang mereka
alami dan mampu menunjukkan lokasinya.
Dampak lain karena adanya pembatasan lingkungan,
anak akan kehilangan kemampuannya untuk mengontrol diri dan anak menjadi tergantung
pada lingkungannya. Akibatnya anak akan kembali mengalami penurunan keaktifan
serta kemampuan dalam tahap perkembangannya. Selain itu, terhadap perlukaan
yang dialami atau nyeri yang dirasakan karena mendapatkan tindakan invasif,
seperti injeksi, infus, pengambilan darah, anak akan menangis bahkan sampai
menyerang, baik secara verbal maupun secara fisik, seperti menggigit, memukul,
mencubit dan menentang perawat.
Sedangkan dampak hospitalisasi bagi orang tua anak
terhadap perawatan anak di rumah sakit adalah perasaan cemas dan takut, rasa
tidak percaya, penolakan marah, perasaan bersalah, perasaan frustasi, dan
depresi. Perasaan cemas orang tua dapat ditimbulkan oleh bahaya dari luar
maupun dari dalam dirinya sendiri. Adanya kecemasan yang berasal dari dalam
dirinya karena ada sesuatu hal yang tidak diterima baik dalam pikiran dan
perasaan. Sedangkan rasa takut karena kecemasan biasanya akibat adanya ancaman,
sehingga seseorang akan menghindar.
Menurut Nursalam, dkk (2005), ketidakpercayaan dan
rasa penolakan orang tua terjadi apabila anaknya sakit. Apalagi kalau dirasa
anaknya yang sakit terjadi secara tiba-tiba dan harus segera dibawa di rumah
sakit. Misalnya anak mengeluh sakit perut yang hebat, dan orang tua menganggap
enteng dan kemudian dokter mendiagnosa appendicitis acute.
Selain itu, rasa ketidakpercayaan orang tua biasanya
diiringi dengan perasaan marah maupun rasa bersalah. Pada perasaan bersalah
orang tua cenderung menyalahkan dirinya sendiri karena merasa tidak
memperhatikan keluhan anaknya dan tidak dapat menolong dan mengurangi rasa
sakit yang dialami oleh anaknya. Dampak lain yang muncul pada orang tua akibat hospitalisasi
anak adalah perasaan frustasi. Perasaan ini ditimbulkan adanya sesuatu hal yang
menyebabkan tidak tercapainya tujuan untuk merawat anaknya dalam keadaan sehat
dan bahagia (Gunarsa, 2004).
Depresi juga dapat terjadi pada orang tua akibat
hospitalisasi anak. Depresi biasanya terjadi setelah masa krisis anak berlalu.
Dalam hal ini, orang tua merasa khawatir terhadap anak -anaknya yang lain dan
orang tua biasanya lebih fokus terhadap keluhan-keluhan anak walaupun itu dirasa
bukan masalah besar. Hal-hal lain yang membuat orang tua merasa cemas dan
depresi adalah kesehatan anaknya dimasa-masa yang akan datang, misalnya efek
dari prosedur pengobatan dan juga biaya pengobatan.
Dalam
menangani kecemasan orang tuaperlu dilakukan pemberikan dukungan informasi
kesehatan, menjelaskan prosedur-prosedur yang dijalani anaknya, dan membuka
konseling bagi orang tua yang ingin mengetahui tentang kesehatan anaknya. Oleh
karena itu perawat harus dapat berperan aktif dalam pemberian informasi
kesehatan yang tepat kepada orang tua yang memerlukan informasi lebih lanjut
tentang kesehatan anaknya untuk mengurangi kecemasan orang tua anak yang
menjalani hospitalisasi, sehingga orang tua anak mengetahui cara mengatasi kecemasannya.
SIMPULAN DAN
SARAN
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa ada hubungan
yang signifikan antara lama rawat (hospitalisasi) dengan kecemasan orang tua di
ruang anak RSUD Kelas B Cianjur dengan p value 0.007. Diharapkan Rumah Sakit
menyediakan pelayanan konseling kesehatan bagi orang tua yang anaknya menjalani
hospitalisasi. Perawat dapat memberikan dukungan kepada orang tua, mengenai
pemberian dukungan informasi, emosional, penilaian, dan instrumental sehingga
orang tua dapat mengurangi dan mencegah kecemasan yang dialami orang tua
terhadap hospitalisasi anak.
DAFTAR
PUSTAKA
Alexander,
D., el al. (1988). Anxiety levels of rooming in and non rooming in parents of young
hospitalized
children. Maternal Child Nursing Journal, 17, 79-99
American
Academy of Pediatric. (2003). Family centered care and the pediatrician’s role.
Journal
of
American Academy of Pediatrics, 112(3): 691
Arikunto,
S., (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Edisi Revisi VI.
Jakarta
:Rineka Cipta
________________.
(2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi
X.Jakarta
:Rineka Cipta
Asmadi.(2008).
Tehnik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar.
Jakarta: Salemba Medika
Ball,
W. J. &Bindler, C. R. (2003).Pediatric Nursing Caring of Children.Pearson
: New
Jersey
Bjelland,
I. (2002. February 22). The validity of the hospital anxiety and depression
scale.Psychosomatic journal, 52(2),
69-77.
Budiman.(2011).
Penelitian Kesehatan Buku Pertama. Bandung : Rafika Aditama
Daniel, F., et al.
(2007).Psychometric Properties of the State –Trait Inventory for Anxiety Inventory (STAI).American
Psychological Association Journal, 4, 369-381
Efendy.F.
& Makhfludli., (2010). Keperawatan Kesehatan Komunitas, Teori dan
Praktek
dalam Keperawatan.
Jakarta: SalembaMedika
Gass,
S. C. &Curiel, E.R. (2011). Test anxiety in relation to measures of
cognitive and
intellectual functioning.
http:/anc.oxfirdjournals.org/content/e
arly/2011/06/01/arclin. Acr034.abstract
Gunarsa,
Singgih. D. (2004). Psikologi Keperawatan. Jakarta: PP BPK GunungMulia
Hallstroom,
I., Runesson,. I &Elander, G. (2002) Observed parental needs during
their
child’s hospitalization. Journal of Pediatric Nursing,
17, 140-148
Hawari,
D. (2006). Psikiatrik Manajenen Stres, Cemas & Depresi. Jakarta :
FKUI _______ _. (2008). Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta:
FKUI
Heryati.(1993).
Peranan Rehabilitas Medik dalam Menurunkan Lama Hari Rawat (LOS).
darihttp://www.kalbe.co.id/files/22RehabilitasMedikdlmLamaRawat91.pdf/22_RehabilitasiMedikdlmLamaRaw
at91.htm
Hidayat,
A. Aziz Alimul. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta:
Salemba Medika
_________________.
(2009). Metode Penelitian Keperawatandan Teknik Analisa Data.
Jakarta: SalembaMedika
Ibrahim,
A. (2007). Panik Neurologis Gangguan Cemas. Jakarta: Dua As
Indradi.(2007).
Perbedaan Lama Dirawat dengan Hari Rawat. Diunduh dari
http://prisal:wordpress.com
Krasucki,
C., Howard, C. & Mann, A. (1998 February).The relationship between
anxiety
disorders and age.Geriatry Psychiatry
Journal. 13(2): 79-99
Laporan
Medic RSUD Kelas B Cianjur Tahun 2013
Liliweri,
A., (2002). Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta:
KLIS
Mok,
E. & Leung, S.F. (2006).Nursesas providers of support for mothers of
premature
infants.Journal of Clinical Nursing. 15.
726-734
Notoatmodjo,
Soekidjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Nursalam.
(2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan
:Pedoman Skripsi,Tesis,
dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: SalembaMedika
Nursalam,dkk.
(2005). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak . Jakarta: Salemba
Medika
Nursalam&Parianai,
S. (2001). Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan.
Jakarta: Agung
Seto
Potter, Patricia. A. & Perry, Anne. G. (2005).Buku Ajar Fundamental Keperawatan
I. Jakarta: EGC
Pujiastutik.(2008).
Tingkat Kecemasan Orang Tua Terhadap Anak yang Mengalami
Hospitalisasi di Ruang
Mawar RSI Gondolegi Malang. Diambil dari http://skripsi.umm.ac.id/files/disk1/2
94/jiptummpp-gdl-sl-2008-pujiastuti- 14678 PENDAHULUAN.pdf
Riyanto
.A. (2011). Pengolahan dan Analisa Data Kesehatan (Dilengkapi Uji Validitas
dan Reliabilitas serta Aplikasi Program
SPSS). Yogyakarta: NuhaMedika
Sastroasmoro&
Ismael.(2009). Dasar- Dasar Metidologi Penelitian Klinis. Jakarta:
AgungSeto
Scott.
et al. (2010). Anxiety Responses of Parents During and After The
Hospitalization
of Their 5 to 11 Years Old Children. Psychology
Media. 2010 Sep, 40(9). 495-
505
Shields,
L,. Kristersson.Hallstroom, I.& O’Callaghan, M. (2003). Anexamination
of
The Needs of Parents of
hospitalized Children : Parents and Staffs Pereception. Scandinavian Journal
of Caring Sciences, 17, 176-184
Slavin,
Robert.E. (2006).Educational Psychology: Theory Into Practice. Boston:
Allyn
and Boston
Stuart,
G. W. (2006). Keperawatan Jiwa, Edisi 6. Jakarta: EGC
Stuart,
G. W. & Sunden, J. (2009). Principles and Practice of Psychiatric
Nursing. St
Louis: Mosby
Statton,
M. K. (2004). Parents Experiences of Their Child’s Care During
Hospitalization. Journal of Cultural Diversity
11(1)
Sugiono.
(2008). Metode Penelitian Administrasi: Dilengkapi dengan Metode R&D.
Bandung: Alfabeta
Sukoco,
B.N. (2002). Tingkat Kecemasan Klien yang Diopname Lebih dari Satu Minggu
Suliswati.
(2005). Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Supartini,
Y. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC
Tamsuri,
A., Lenawati, H. & Puspitasari, H. (2008). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kecemasan Ibu Saat
Menghadapi PadaAnak Di Ruang Anak RSUD Pare Kediri http://ejournal.umm.ac.id/index.php/
keperawatan/article/viewfile/404/406
Theofanidis
, D. (2006). Chronic Illnes in Childhood: Psychososial Adaptation and
Tiederman,
E. M. (2006). Anxiety Responses of Parents During and After The
Hospitalization of
Their 5- to 11-year old children. Journal of Pediatric Nursing volume
12
Tomb,
D. (2003). Buku Saku Psikiatrik. Jakarta: EGC
Tommey
,M. &Aligood,M.R. (2006). Nursing Theory and Their Work.6th
edition.
Philadelphia: Elsevier
Towsend.
M. C. (2009). Psychiatric Mental Health Nursing: Concept of Care.
Philadelphia: Davis Company Trask, C.P.
Peterson, G.K. Trask, L. C,
Bares,
B.C, Brit,J.&Moan, C. (2003). Parents and Adolescent Adjustment to
Pediatric
Cancer: Associations
with Coping, Sosial Support and Family Function. Journal of Pediatric Oncology
Nursing, 20(1). 36-47
Tucker,
Ladd, C. (2007). Theories Explaning Stress and Anxiety.Diunduhpada 14 Mei
2013. Di www.mentalhelp.net
Vulcan,
B.N. &Niculich B. (1988). The Effect of Selected Information on Mothers
Anxiety
Level During Their Childrens
Hospitalization. Journal of Pediatric Nursing. 3(2): 97-102.
Wheleydan
Wong.(2002). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Jakarta:EGC.
Wong,
Dona L, dkk.(2009). Buku Ajar KeperawatanPediatrik, Volume 2.Jakarta:EGC.
Wright,
M.C. (2008). Behavioural Effect of Hospitalization in Children.Journal of
Pediatric and Health,
31, 165-167.
Yahya.F.
(2011).Kecemasanpada Orang Tua yang Anaknya Di Rawat Di RuangAnak
RSUD Dr. SoerotoNgawi.http://fendyahya.blog
spot.com/2011/03/kecemasanorang-
tua-yang-anaknya.html
Zung,
W.W.K. Rating Anxiety for anxiety disorder physychosomatic. USA:
Mosby Company, 1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar